Malas Taklim Online Atau Memang Malas Taklim?



Via teks WA: Bagaimana, Mba Dewi? Silakan, ditunggu respon tentang materi yang baru disampaikan.

.. krik krik .. senyap (sampai taklim selesai) .. dicek statusnya: terkirim, belum dibaca.

Atau di taklim pekanan via zoom, Fulan tak menyalakan kamera dengan alasan sinyal tak bersahabat. Entah tertidur atau apapun yang dikerjakan, yang jelas tiada respon sampai ditutup dengan hamdalah.

Tapi semua ya masih mendinglah dibandingkan yang memang no comment sejak rundingan jadwal taklim yang sudah kesekian kali. Muntaber daring. Mundur tanpa berita via onlen.

•••

Salah satu tantangan normal baru dalam perangkat bina iman yang mafhumnya dilakukan rutin pekanan saat ini adalah bagaimana bisa memaksimalkan “kehadiran” secara online (daring).

Iya apa iya, bapak ibu?

Dengan berbagai variasi model daring, suka maupun terpaksa, taklim pekanan - pun semua perangkat pembinaan lainnya - harus beradaptasi dengan situasi pandemi.

Sama halnya ketika taklim pekanan berjalan normal secara luring, sebagaimana diilustrasikan di atas, taklim daring juga punya sejumlah “jebakan” bagi anggota yang setengah hati. Tulisan ini tentu saja bukan ditujukan bagi mereka yang secara teknis memang memiliki penyulit seperti ketiadaan gawai yang memadai, susah sinyal, tidak punya pulsa/kuota, dan semisalnya.

Afwan Riyadi pernah menulis tentang beberapa alasan tak hadir taklim pekanan (secara luring) antara lain karena menganggap pembina kurang dalam hal kapasitas ilmu syariat. Afwan menyergah, betapa naifnya berharap ilmu syar’i dari pertemuan pekanan yang gratis dan pembimbingnya tak dibayar. “Kalau mau serius perdalam ilmu syariat, ya silakan datang ke ma’had syar’i berbayar.”

Atau yang beralasan pembimbing kurang perhatian. Afwan lagi-lagi mengingatkan bahwa para pembimbing adalah orang yang ikhlas menginfakkan waktu dan tenaga untuk membimbing orang yang bukan siapa-siapanya, meluruskan fikrah, dan amal mereka alih-alih menggunakan waktu taklim itu untuk dirinya sendiri; berbisnis misalnya, atau mengurus keluarga, atau istirahat.

Siapapun yang beruntung mendapatkan guru yang masih mau membimbing patut bersyukur masih diberi hidayah untuk mencari ilmu dan masih ada orang yang mau berbagi waktu, berbagi ilmu. Rutin setiap pekan, tanpa salary. Termasuk ketika mendengarkan curhat soal rumah tangga, soal pembimbing skripsi, yang kalau dibawa ke psikolog harus keluar sekian rupiah.

•••

Nah, taklim model daring mungkin dirasa kurang optimal dibandingkan pertemuan tatap muka, tapi seharusnya tidak sedikitpun mengurangi urgensinya. Sama dengan saat kita berusaha optimal mengikuti taklim luring, demikian pula seharusnya ketika taklim berujud daring.

Benarlah adagium bahwa jika sesuatu kita anggap penting, maka kita akan mencari seribu jalan. Akan tetapi jika ia tidak penting, kita akan mencari seribu alasan.

Para ibu yang gaptek dan “tak suka” pegang ponsel akan berusaha “hadir” taklim daring walau mungkin harus berbagi ponsel dengan anak atau suami. Ada yang kesulitan zoom, mendekat ke teman sesama anggota taklim agar bisa nebeng nge-zoom, atau yang menyengaja cari warnet atau rumah makan berwifi. Demi “hadir” taklim.

Sampai ada yang menangis karena betul-betul tak punya uang untuk beli pulsa atau bahkan ponsel, tapi tak mengurangi nilai penting taklim pekanan bagi dirinya (untuk yang seperti ini tentu saja Ketua UPA - Unit Pembinaan Anggota, harus lebih peka dan cari langkah solutif).

Di antara berbagai pendapat kurang efektifnya taklim daring, toh ia juga memberi begitu banyak kemudahan. Jarak tak lagi jadi masalah. Ibu-ibu bisa menyimak taujih sambil menyuapi anak. Biaya kehadiran relatif lebih murah karena nir-ongkos, nir-konsumsi. Anggota taklim tak bisa tidak harus memampukan diri, menempa diri untuk tadzkiyatun nafs dan tarbiyah dzatiyah.

Ada yang mau menambahkan apa lagi kelebihan taklim daring?

Beginilah realitasnya. Maka, beradaptasilah. Sekali lagi, jika ia penting, kita akan cari seribu jalan. No excuses.

Salam.

Delphi Nida Ghazali

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.